Ekspedisi Peninggalan Arkeologis di Tanah Para Ncuhi




PAGI sesudah jelas tanah menegur semesta, 10 September 2020, saya bersama-sama pak Hanafi pegawai dinas kebudayaan serta pariwisata kabupaten Dompu, mengunjungi salah satunya warisan arkeologi di desa Hu'u, Kecamatan Hu'u, kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat.


Dari rumah, saya harus berlomba bersama-sama waktu dengan motor yang saya kendarai. Dari jalan raya lintas pariwisata pantai Lakey, kami harus belok ke timur dengan melalui jalan berbatu kira-kira 1/2 kilo mtr.. Kami parkir motor di tepi sungai, lantas melewati persawahan dengan berjalan kaki untuk sampai ke tempat situs. Tidak berlalu lama berjalan, kami juga sampai Di dekat perbukitan. Di tempat terdapat beberapa situs warisan warga jaman dulu, mencakup sisa telapak kaki (Kopa Ncuhi), Bangku Raja, (Kadera Raja) Batu Air Mancung, Sisa Tungku serta bentangan sisa perkampungan lama (Wawo Hu'u).

Pak Hanafi dengan sabar arahkan serta membimbing saya selama perjalanan untuk menunjukkan situs serta bekas-bekas warisan warga tempo duloue. Masalahnya ini pertama kali saya berkunjung ke tempat ini. Sejauh ini saya mengenalinya dari cerita-cerita yang tersebar di tengahnya warga. Sedang pak Hanafi sempat menolong beberapa Arkeologi dari pulau Dewata dalam lakukan indentifikasi situs tahun 2002 lampau. Hingga dia masih mengingat beberapa tempat warisan itu, dan tempatnya.

Dokpri
Dokpri
Dokpri. Pak Hanafi Di bawah sinar matahari mulai menusuk kulit, kami mencari perbukitan. Serta di sejumlah tempat situs, saya mecoba mendokumentasikannya, untuk bukti jika saya sempat berdasar dalam tempat ini. Sejurus selanjutnya kami mendaki bukit untuk lihat sisa perkampungan, warga ditempat mengatakan dengan Wawo Hu'u. Di atas perbukitan, mata saya berasa kagum dengan bentangan bebatuan dimana di sejumlah titiknya ada lubang dengan bermacam ukuran. Nampak juga belas tungku yang masih tetap cukup tertangani. Selanjutnya di ujung tebing ada sisa telapak kaki penguasa ditempat (telapak kaki Ncuhi).

Di atas tebing, saya melepas pandang. Panorama di atas bukit menganakemaskan mata. Dari terlalu jauh laut teluk Cempi melintang dengan birunya yang menarik. Bentang persawahan yang luas, membuat daya tarik semesta. Tetapi sedikit disayangkan, gugusan perbukitan yang mulai tergarap yang dibuat kebun buat masyarakat, kelihatannya sudah kurangi debet air yang mengalir di persawahan.

Dokpri. Batu Air Mancung
Dokpri.
Dokpri.

Dokpri. Bangku Raja
Dokpri. Sisa Tungku Tidak lama kemudian, kami sesaat istirahat di bawah rindangnya pohon-pohon di area situs. Serta kami pernah berjumpa dengan salah seorang masyarakat yang mempunyai tempat di dekat situs. Kami pernah terlibat perbincangan tentang situs yang kelihatannya tidak tertangani. Dia menjelaskan jika situs ini didiamkan demikian saja tanpa ada sempat ingin jadi perhatian dengan serius oleh penopang kebutuhan. Hingga benar-benar diperlukan keterkaitan banyak faksi untuk menjaga serta mengawasinya.

Sesudah lihat jam di tangan, kami juga bergegas pulang. Sebelum, adzan zuhur betul-betul berkemandang, saya harus sampai di dalam rumah. Perjalanan lihat warisan kampung lama dengan beberapa situs, memberi deskripsi pada saya, jika tempat ini rupanya sudah lama ditempati oleh manusia.

Dokpri. Pak Hanafi Pakaian Kuning
Dokpri
Dokpri Pasti warisan-peninggalan ini, perlu dirawat serta dijaga secara baik. Serta dapat jadi tempat belajar buat peserta didik, supaya mereka dapat lihat, pahami dengan cara langsung mengenai warisan nenek moyangnya. Serta dapat jadi tujuan rekreasi budaya bila dikelolah secara baik. Karena itu ke depan, diinginkan banyak faksi yang ambil sisi untuk peduli pada warisan-peninggalan ini. Mudah-mudahan


 

Postingan populer dari blog ini

If you’re still unsure, don’t share

The oceans: Our greatest shared resource

the alien plants growing wild